Makna Filosofi Lagu Ilir-ilir Karya Sunan Kalijaga


Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik “Harp to Heart“.


Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya:

Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane Yo surako… surak hiyo…

Mereka yang dibesarkan di Jawa, khususnya Jawa Tengah pasti tak asing dengan tembang Ilir-ilir. Tembang  yang dicipta Sunan Kalijaga. Melodi yang lembut. Syair yang bermakna kuat menuai banyak simpati dan menjadikannya sebagai bagian dari folk music yang banyak digemari.  Termasuk anak-anak. Bagi mereka, Ilir-ilir dipahami sebagai tembang dolanan. Meski mungkin tidak begitu paham maknanya. Namanya juga anak-anak…!  Tetapi mereka, anak pedesaan hafal syairnya.
Lebih dari sekedar tembang dolanan, lagu ini dikenal pula sebagai lagu dakwah. Hingga banyak ditembangkan sebagai lagu religi. Tanyalah mbah google.  Akan banyak anda temukan streaming video nya. Versi religi atau campusari.
Tembang Ilir-ilir tidak lepas dari peran Sunan Kalijaga dalam mengakomodasi budaya lokal untuk mengembangkan ajaran Islam. Kegemaran rakyat Jawa akan seni musik, seni suara atau seni tradisional lain berupa pertunjukkan, menginspirasi sang wali melahirkan lagu ini.
Lagunya sempat dipopulerkan kembali oleh kelompok musik dakwah Kyai Kanjeng nya Emha Ainun. Sekalipun tak sepopuler lagu tombo ati, karya sunan Bonang yang melegenda dan banyak dinyanyikan sebagai shalawat tombo ati dalam dakwah para ustadz.  
 
Berikut syair lagu ‘Ilir-ilir’ dan makna lagu yang mungkin bisa dipetik :
lir ilir lir ilir tandure wus sumilir / tak ijo royo royo / tak sengguh penganten anyar
(bangunlah, bangunlah,  tanaman sudah  bersemi / dan menghijau /bak pengantin baru)

Bangunlah… bermakna asosiatif untuk segera bangkit. Di pagi hari, maknanya bersimbol untuk mengawali hari yang baru. Bangun dari keterpurukan, kemalasan, atau kesalahan masa lalu. Memulai hari layaknya tanaman yang mulai bersemi (dan menghijau).  Mengawali dengan penuh gairah bak pengantin baru. Sekalipun sudah lama !

cah angon cah angon penekno blimbing kuwi / lunyu-luny penekno kanggo mbasuh dodot iro
(anak gembala, anak gembala panjatlah pohon belimbing itu / sekalipun licin (tetap) panjatlah, untuk membersihkan bajumu)

Kenapa pula ‘cah angon‘ ? Bukan ‘pak DPR’ atau ‘pak Menteri’? Pastilah bukan karena ‘pak DPR’ tidak pinter manjat pohon (belimbing). Atau karena mereka ‘pinternya’ manjat proyek?
Cah angon hakikinya bersimbol penggembalaan hati. Fitrah manusia untuk mengendalikan (hawa) nafsu. Bagi umat Islam bulan ramadhan ini menjadi puncak segala pengendalian itu. Untuk menggapai (buah) belimbing. Buah gerigi lima simbolisasi rukun Islam. Sekalipun harus dengan susah payah untuk mencapainya… dan licin jalannya. Tetapkanlah hati untuk menggapainya. Semuanya diperlukan  untuk membasuh dan mencuci (pakaian) diri, membasuh ketakwaan, membersihkan dari hawa nafsu atau kesalahan di masa lalu.
Dodot iro dodot iro kumintir bedah ing pinggir /Dondomono jrumatono kanggo seba mengko sore
(Bajumu, bajumu sudah koyak di samping / jahitlah, benahilah, untuk menghadap nanti sore)

Bajumu… simbolisasi dari imanmu, takwamu atau kesetiaanmu yang telah koyak.  Berlubang.  Maka dondomono.. jahitlah jrumatono.. benahilah dan rawatlah untuk bekal saat nanti menghadap (Allah Swt).

mumpung padang rembulane /mumpung jembar kalangane / yo surak’o surak hiyo
(Mumpung bulan [masih] bersinar terang / mumpung [masih] banyak waktu luang /maka bersoraklah dengan sorak  iya)

Semua yang harus dicapai itu,   lakukanlah saat ini juga. Selagi pikiran masih terang….mumpung padang rembulane. Selagi banyak waktu luang… mumpung jembar kalangane. Dan jika ada yang mengingatkan. maka bersoraklah dengan sorakan iya..!
Mungkin itu bukan satu2nya makna tersirat dalam lagu Ilir-ilir.  Ada beberapa kajian yang memberi makna asosiatif yang agak berbeda. Tapi secara umum makna ini tidak jauh dari ajakan untuk bangkit dan membersihkan hati. Merevisi kesalahan diri. Makna yang  menarik banyak antusiasme musikus-sastra.
Sumber: kompasiana.com

Sekian update informasi kali ini seputar Makna Filosofi Lagu Ilir-ilir Karya Sunan Kalijaga. Semoga bermanfaat buat sobat semua. Salam hangat dari admin. :)

0 Response to "Makna Filosofi Lagu Ilir-ilir Karya Sunan Kalijaga"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel